T
U G A S
MANAJEMEN
KEPERAWATAN
Di
susun oleh :
AHMAD
ZAINI ABDAN ( 10. 20. 1453 )
STIKES
(SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN)
CAHAYA BANGSA BANJARMASIN
2013
TEORI KEPEMIMPINAN
Studi Unieversitas Michigan
Setiap manusia
pada hakekatnya adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas
kepemimpinannya, manusia sebagai pemimpin minimal mampu memimpin dirinya
sendiri dan mempunyai kelebihan dibandingkan yang lainnya. Begitu pula setiap
organisasi harus memiliki pemimpin, tanpa pemimpin akan kacau karena harus ada
orang yang memerintah dan mengarahkan dalam mencapai tujuan secara efektif dan
efisin.
Secara umum
definisi kepemimpinan dapat dirumuskan bahwa kepemimpinan berarti kemampuan dan
kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong,
mengajak, menuntun, menggerakkan, mengarahkan dan kalau perlu memaksa orang
atau kelompok agar menerima pengaruh tersebut dan selanjutnya berbuat sesuatu
yang dapat membantu tercapainya suatu tujuan tertentu (Tim Dosen Administrasi
Pendidikan UPI,2009,125). Menurut Sindang P.Siagian (2003) kepemimpinan
merupakan motor atau daya penggerak dari semua sumber-sumber bagi suatu
organisasi. Pembahasan tentang kepemimpinan menyangkut tugas dan gaya
kepemimpinan, cara mempengaruhi kelompok, yang mempengaruhi kepemimpinan
seseorang.
Tugas
kepemimpinan, meliputi dua bidang utama, pekerjaan yang harus diselesaikan dan
kekompakan orang yang dipimpinannya. Tugas yang berhubungan dengan pekerjaan
disebut task function. Tugas yang berhubungan dengan pekerjaan perlu agar
pekerjaan kelompok dapat diselesaikan dan kelompokm mencapai tujuannya. Tugas
yang berhubungan dengan kekompakan kelompok dibutuhkan agar hubungan antar
orang yang bekerjasama menyelesaikan kerja itu lancar dan enak jalannya.
Kepemimpinan
merupakan salah satu topik terpenting didalam mempelajari dan mempraktekkan
manajemen. Studi tentang kepemimpinan ini sejak dulu telah banyak menarik
perhatian para ahli. Sepanjang sejarah dikenal adanya kepemimpinan yang
berhasil dan tidak berhasil selain itu kepemimpinan banyak mempengaruhi cara
kerja dan prilaku banyak orang. Sebagian sebabnya sudah ada yang diketahui,
sebagian belum terungkap. Oleh karena itu kepemimpinan banyak menarik perhatian
para ahli untuk mempelajari. Di Amerika Serikat terdapat banyak serangkaian
penelitian tentang kepemimpinan mulai dari yang klasik sampai yang modern. Pada
makalah ini akan diuraikan kembali tentang studi klasik dari kepemimpinan
tersebut, dalam hal ini kami memfokuskan kajian tentang studi kepemimpinan
Universitas Michigan.
Selama kurun
waktu tiga dekade, dimulai pada permulaan tahun 1950-an, penelitian mengenai
perilaku pemimpin telah didominasi oleh suatu fokus pada sejumlah kecil aspek
dari perilaku. Teori perilaku adalah teori kepemimpinan yang menjelaskan
ciri-ciri perilaku seorang pemimpin dan ciri-ciri perilaku seorang bukan
pemimpin. Kebanyakan studi mengenai perilaku kepemimpinan selama periode
tersebut menggunakan kuesioner untuk mengukur perilaku yang berorientasi pada
tugas dan yang berorientasi pada hubungan. Beberapa studi telah dilakukan untuk
melihat bagaimana perilaku tersebut dihubungkan dengan kriteria tentang
efektivitas kepemimpinan seperti kepuasan dan kinerja bawahan.
Peneliti-peneliti lainnya menggunakan eksperimen laboratorium atau lapangan
untuk menyelidiki bagaimana perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan dan kinerja
bawahan. Jika kita cermati, satu-satunya penemuan yang konsisten dan agak kuat
dari teori perilaku ini adalah bahwa para pemimpin yang penuh perhatian
mempunyai lebih banyak bawahan yang puas. (massofa.wordpress.com)
Ada berbagai aliran dan teori perilaku diantaranya: Ohio State University, University of Michigan, The Managerial Grid. Namun dalam makalah ini kami akan memfokuskan pembahasan tentang studi kepemimpinan University of Michigan. Studi kepemimpinan Universitas Michigan yang dipelopori oleh Gibson dan Ivancevich, mengidentitikasi dua bentuk perilaku pemimpin yaitu : Perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan/tugas (The Job Centered) dan bentuk Perilaku kepemimpinan terpusat pada pegawai/bawahan (The Employee centered).
Ada berbagai aliran dan teori perilaku diantaranya: Ohio State University, University of Michigan, The Managerial Grid. Namun dalam makalah ini kami akan memfokuskan pembahasan tentang studi kepemimpinan University of Michigan. Studi kepemimpinan Universitas Michigan yang dipelopori oleh Gibson dan Ivancevich, mengidentitikasi dua bentuk perilaku pemimpin yaitu : Perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan/tugas (The Job Centered) dan bentuk Perilaku kepemimpinan terpusat pada pegawai/bawahan (The Employee centered).
Menurut Robbins
(2003) studi kepemimpinan yang dilakukan oleh Pusat Riset dan Survei
Universitas Michigan pada waktu yang kira-kira bersamaan dengan yang dilakukan
di Ohio, mempunyai sasaran penelitian yang serupa: mencari karakteristik
perilaku pemimpin yang tampaknya dikaitkan dengan ukuran keefektifan kinerja.
Kelompok Michigan juga sampai pada dua dimensi perilaku kepimipinan yang mereka
sebut beroriantasi bawahan dan berorientasi produksi. Pemimpin yang
berorientasi-bawahan dideskripsikan sebagai menekankan hubungan antarpribadi;
mereka berminat secara pribadi pada kebutuhan bawahan mereka dan menerima
perbedaan individual di antara anggota-anggota. Sebaliknya pemimpin yang
berorientasi-produksi, cenderung menekankan aspek teknis atau tugas dari
pekerjaan – perhatian utama mereka aalah pada penyelesaian tugas kelompok
mereka, dan anggota-anggota kelompok adalah alat untuk tujuan akhir itu.
Pusat Riset
Micihigan University melakukan suatu penelitian. Penelitian ini
mengidentifikasikan dua konsep yakni orientasi produksi (production
orientastion) dan orientasi bawahan (employee orientation). Pemimpin yang
menekankan pada orientasi bawahan sangat memperhatikan bawahan, di mana mereka
merasa bahwa setiap karyawan itu penting, dan menerima karyawan sebagai
pribadi. Sedangkan pemimpin yang berorientasi pada produksi sangat
memperhatikan hasil dan aspek-aspek kerja untuk kepentingan organisasi, dengan
tanpa menghiraukan apakah bawahan senang atau tidak. Kedua ini hampir sama
dengan tipe otoriter dan tipe demokrtatis. (Wahjo Sumidjo, Kepemimpinan dan
Motivasi, Jakarta: Ghalia, 1987:66.)
Dalam mengadakan
penelitian pusat riset survei universitas Michigan bekerjasama dengan riset
angkatan laut yang tujannya untuk menentukan prinsip-prinsip produktivitas
kelompok, dan kepuasan anggota kelompokyang diperoleh dari partisipasi mereka.
Untuk mencapai tujuan ini maka pada tahun 1947, dilakukan penelitian di Newark,
new Jersey, pada perusahaan asuransi Prudental. Pada penelitian Newark, New
Jersey tersebut pengukuran yang sistematis dibuat berdasarkan persepsi dan
sikap para pekerja. Variabel-variabel ini kemudian dihubungkan dengan
pengukuran-pengukuran pelaksanaan kerja.
Hasil
menunjukkan bahwa pengawas-pengawas pada seksi produksi tinggi lebih menyukai:
1. Menerima pengawasan dari
pengawas-pengawas mereka yang bersifat terbuka di banding yang terlalu ketat.
2. Menyukai sejumlah otoritas dan
tanggungjawab yang ada pada pekerjaan mereka
3. Menggunakan sebagian besar
waktunya dalam pengawasan
4. Memberikan pengawasan terbuka
kepada bawahannya dari pada pengawasan yang ketat
5. Berorientasi pada pekerja dari
pada berorientasi pada produksi.
Menurut Fred
Luthans pengawasan seksi produksi rendah memiliki karakteristik dan
teknik-teknik yang berlawananan. Mereka dijumpai menyukai pengawasan-pengawasan
yang ketat yang berorientasi pada produksi. Penemuan lain yang penting tapi
kadang-kadang di abaikan adalah bahwa kepuasan karyawan tidak secara langsung
berhubungan dengan produktivitas.
Pada umumnya
orientasi pengawasan karyawan seperti yang diuraikan di atas telah memberikan
patokan untuk pendekatan hubungan kemanusiaan seacra tradisional bagi
kepemimpinan. Hasil-hasil dari penemuan prudential diatas telah banyak dikutib
untk membuktikan teori-teori dalam hubungan kemanusiaan. Penemuan ini kemudian
banyak diikuti oleh ratusan penemuan-penemuan berikutnya dibidang yang luas
pada pemerintahan, industri, rumah sakit dan organisasi lainnya. Sebagai bukti
pada tahun 1961, Rensis Likert, direktur dari penelitian ilmu-ilmu sosial,
Universitas Michigan, mengeluarkan hasil penelitan tahunannya yang berjudul New
Pattern of Management, walaupun dalam penelitian tersebut banyak terdapat
variasi dan penyempurnaan dari hasil penemuan yang lalu namun dalam New Pattern
tersebut secara esensial masih banyak dijumpai kesamaan dengan penelitian
diperusahaan Prudential diatas (Miftah Toha, 2001,21)
Berdasarkan
penelitian universitas michigan tersebut ada dua macam tipe perilaku
kepemimpinan yang telah kami sebutkan diatas. Rensis leinkert memberikan uraian
karaktesitik dari masing-masing tipe kepemimpinan tersebut. Dalam tipe
kepemimpinan yang berorientasi pada tugas ditandai oleh beberapa hal sebagai
berikut :
1. Pemimpin memberikan petunjuk
kepada bawahan.
2. Pemimpin selalu mengadakan
pengawasan secara ketat terhadap bawahan.
3. Pemimpin meyakinkan kepada
bawahan bahwa tugas-tugas harus dilaksanakan sesuai dengan keinginannya.
4. Pemimpin lebih menekankan
kepada pelaksanaan tugas daripada pembinaan dan pengembangan bawahan.
Sedangkan tipe kepemimpinan yang
berorientasi kepada karyawan atau bawahan ditandai dengan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Pemimpin lebih memberikan
motivasi daripada memberikan pengawasan kepada bawahan.
2. Pemimpin melibatkan bawahan
dalam pengambilan keputusan.
3. Pemimpin lebih bersifat
kekeluargaan, saling percaya dan kerja sama, saling menghormati di antara
sesama anggota kelompok.
Sebagai
pengembangan, maka para ahli berusaha dapat menentukan mana di antara kedua gaya
kepemimpinan itu yang paling efektif untuk kepentingan organisasi atau
perusahaan. Salah satu pendekatan yang dikenal dalam menjalankan gaya
kepemimpinan adalah ada empat sistem manajemen yang dikembangkan oleh Rensis
Likert. Empat system tersebut terdiri dari:
1. Sistem 1, otoritatif dan
eksploitif:
pemimpin membuat semua keputusan
yang berhubungan dengan kerja dan memerintah para bawahan untuk
melaksanakannya. Standar dan metode pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan
oleh pemimpin. Manajemen menggunakan rasa takut dan ancaman; komunikasi atas ke
bawah dengan kebanyakan keputusan diambil di atas; atasan dan bawahan memiliki
jarak yang jauh.
2. Sistem 2, otoritatif dan
benevolent:
pemimpin tetap menentukan
perintah-perintah, tetapi memberi bawahan kebebasan untuk memberikan komentar
terhadap perintah-perintah tersebut. berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan
tugas-tugas mereka dalam batas-batas dan prosedur-prosedur yang telah
ditetapkan. Manajemen menggunakan penghargaan;, informasi mengalir ke atas
dibatasi untuk manajemen apa yang ingin didengar dan keputusan kebijakan
sementara datang dari atas beberapa keputusan yang ditetapkan dapat dilimpahkan
ke tingkat yang lebih rendah, atasan mengharapkan kepatuhan bawahan
3. Sistem 3, konsultatif:
pemimpin menetapkan tujuan-tujuan
dan memberikan perintah-perintah setelah hal-hal itu didiskusikan dahulu dengan
bawahan. Bawahan dapat membuat keputusan – keputusan mereka sendiri tentang
cara pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih digunakan untuk memotivasi bawahan
daripada ancaman hukuman. Manajemen menawarkan hadiah, kadang-kadang hukuman;
keputusan besar datang dari atas sementara ada beberapa yang lebih luas
keterlibatan dalam pengambilan keputusan dan komunikasi rincian ke bawah ke
atas sementara komunikasi penting hati-hati.
4. Sistem 4, partisipatif:
adalah sistem yang paling ideal
menurut Likert tentang cara bagaimana organisasi seharusnya berjalan.
Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja dibuat oleh kelompok.
Bila pemimpin secara formal yang membuat keputusan, mereka melakukan setelah
mempertimbangkan saran dan pendapat dari para anggota kelompok. Untuk
memotivasi bawahan, pemimpin tidak hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan
ekonomis tetapi juga mencoba memberikan kepada bawahan perasaan yang dibutuhkan
dan penting. Manajemen kelompok mendorong partisipasi dan keterlibatan dalam
menetapkan tujuan kinerja yang tinggi dengan beberapa penghargaan ekonomi;
komunikasi mengalir ke segala arah dan terbuka dan jujur dengan pengambilan keputusan
melalui proses kelompok dengan masing-masing kelompok terkait dengan orang lain
dengan orang-orang yang menjadi anggota lebih dari satu kelompok yang disebut
menghubungkan pin; dan bawahan dan atasan dekat. Hasilnya adalah produktivitas
yang tinggi dan lebih baik hubungan industrial.
GAYA KEPEMIMPINAN
Teori Kontingensi
Teori Fiedler.
Teori atau model
kontingensi (Fiedler, 1967) sering disebut teori situasional karena teori ini
mengemukakan kepemimpinan yang tergantung pada situasi.
Model atau teori
kontingensi Fiedler melihat bahwa kelompok efektif tergantung pada kecocokan
antara gaya pemimpin yang berinteraksi dengan subordinatnya sehingga situasi
menjadi pengendali dan berpengaruh terhadap pemimpin. Kepemimpinan tidak akan
terjadi dalam satu kevakuman sosial atau lingkungan. Para pemimpin
mencoba melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya dengan
situasi-situasi yang spesifik.
Karena situasi
dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya
masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada satu gaya atau pendekatan
kepemimpinan yang akan selalu terbaik. Namun, sebagaimana telah kita
pahami bahwa strategi yang paling efektif mungkin akan bervariasi dari satu
situasi ke situasi lainnya.
Penerimaan
kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang
dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency
Approach. Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin
kepada kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal
yakni karakteristik pemimpin dan dan oleh berbagai variasi kondisi dan
situasi. Untuk dapat memahami secara lengkap efektifitas pemimpin, kedua
hal tersebut harus dipertimbangkan.
Teori
kontingensi melihat pada aspek situasi dari kepemimpinan (organization context). Fiedler
mengatakan bahwa ada 2 tipe variabel kepemimpinan: Leader
Orientation dan Situation Favorability.
1. Leader Orinetation :
apakah pemimipin
pada suatu organisasi berorinetasi pada relationship atau
beorintasi pada task. Leader Orientation diketahui
dari Skala semantic differential dari rekan
yang paling tidak disenangi dalam organisasi (Least
preffered coworker = LPC) .
LPC tinggi jika
pemimpjn tidak menyenangi rekan kerja, sedangkan LPC yang rendah menunjukkan
pemimpin yang siap menerima rekan kerja untuk bekerja sama. Skor LPC yang
tinggi menujukkan bahwa pemimpin berorientasi pada relationship, sebaliknya
skor LPC yang rendah menunjukkan bahwa pemimpin beroeintasi pada tugas. Fiedler
memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan
orientasi pada tugas, akan lebih efektif dibanding para pemimpin yang High LPC,
yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang atau hubungan baik dengan
orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi.
Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin
dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.
2. Situation favorability adalah : sejauh mana pemimpin tersebut
dapat mengendailikan suatu situasi, yang ditentukan oeh 3 variabel situasi,
yaitu :
1. Leader-Member Orintation: hubungan
pribadi antara pemimpin dengan para anggotanya.
2. Task
Structure: tingkat struktur tugas yang diberikan oleh pemimpin untuk dikerjakan
oleh anggota organisasi.
3. Position
Power: tingkat kekuasaan yang diperoleh pemimpin organisasi karena kedudukan.
Situation favorability tinggi
jika LMO baik, TS tinggi dan PP besar, sebaliknya Situation Favoribility rendah
jika LMO tidak baik, TS rendah dan PP sedikit.
Teori Path Goal.
Path-Goal Theory atau model arah
tujuan ditulis oleh House (1971) menjelaskan kepemimpinan sebagai keefektifan
pemimpin yang tergantung dari bagaimana pemimpin memberi pengarahan, motivasi,
dan bantuan untuk pencapaian tujuan para pengikutnya. Bawahan sering berharap
pemimpin membantu mengarahkan mereka dalam mencapai tujuan. Dengan kata lain
bawahan berharap para pemimpin mereka membantu mereka dalam pencapaian
tujuan-tujuan bernilai mereka.
Ide di atas
memainkan peran penting dalam House’s path-goal theory yang menyatakan bahwa
kegiatan-kegiatan pemimpin yang menjelaskan bentuk tugas dan mengurangi atau
menghilangkan berbagai hambatan akan meningkatkan persepsi para bawahan
bahwa bekerja keras akan mengarahkan ke kinerja yang baik dan kinerja yang baik
tersebut selanjutnya akan diakui dan diberikan ganjaran.
Path Goal Theory menekankan pada
cara-cara pemimpin memfasilitasi kinerja kerja dengan menunjukkan pada bawahan
bagamana kinerja diperoleh melalaui pencapaian rewards
yang diinginkan. Path Goal theory
juga mengatakan bahwa kepuasan kerja dan kinerja kerja tergantung pada
expectancies bawahan. Harapan-harapan bawahan bergantung pada ciri-ciri bawahan
dan lingkungan yang dihadapi oleh bawahan. Kepuasan dan kinerja kerja bawahan
bergantung pada leadership behavior
dan leadership style.
Ada 4 macam leadership style :
1. Supportive Leadership: Gaya
kepemimpinan ini menunjukkan perhatian pada kebutuhan pribadi karyawannya.
Pemimpin jenis ini berusaha mengembangkan kepuasan hubungan interpersonal
diantara para karyawan dan berusaha menciptakan iklim kerja yang bersahabat di
dalam organisasi.
2. Directive Leadership: Pemimpin yang
memberikan bimbingan khusus pada Karyawannya dengan menetapkan standar kinerja,
mengkoordinasi kinerja kerja dan meminta karyawan untuk mengikuti aturan aturan
organisasi.
3. Achievement Oriented Leadership:
Pemimpin yang menetapkan tujuan yang menantang pada bawahannya dan meminta
bawahan untuk mencapai level performens yang tinggi.
4. Participative Leadership: Pemimpin
yang menerima saran-saran dan nasihat-nasihat bawahan dan menggunakan informasi
dari bawahan dalam pengambilan keputusan organisasi.
Hal yang menentukan keberhasilan
dari setiap jenis kepemimpinan tersebut adalah subordinate
characteristics (contohnya: Karyawan yang internal l locus of
control atau external locus of control, karyawan yang mempunyai need
achievement yang tinggi atau need affiliation yang tinggi, dll.) dan environmental factors (system
kewenangan dalam organisasi).
Teori Vroom dan Yetton.
Leader-Participation Model ditulis
oleh Vroom dan Yetton (1973). Model ini melihat teori kepemimpinan yang
menyediakan seperangkat peraturan untuk menetapkan bentuk dan jumlah peserta
pengambil keputusan dalam berbagai keadaan. Teori Yetton dan Vroom mengemukakan
bahwa kepuasan dan prestasi disebabkan oleh perilaku bawahan yang pada
gilirannya dipengaruhi oleh perilaku atasan, karakteristik bawahan dan faktor
lingkungan. Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat
keputusan. Karena keputusan yang dilakukan para pemimpin sering kali
sangat berdampak kepada para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama
dari efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat
menentukan keberhasilan yang bersangkutan melaksanakan tugas-tugas pentingnya.
Pemimpin yang
mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang
dibanding dengan mereka yang tidak mampu membuat keputusan dengan baik. Dalam
mengambil keputusan, bagaimana pemimpin memperlakukan bawahannya. Dengan kata
lain seberapa jauh para bawahannya diajak berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan. Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam
pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan
meningkatkan produktivitas.
Teori
kepeminmpinan vroom & yetton adalah jenis teori kontingensi yang
menitikberatkan pada hal pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemimpin.
Dalam hal ini ada 5 jenis cirri pengambilan keputusan dalam teori ini :
- A-I : pemimpin mengambil sendiri keputusan berasarkan informasi yang ada padanya saat itu.
- A-II : pemimpin memperoleh informasi dari bawahannya dan mengambil keputusan berdasarkan informasi yang didapat. jadi peran bahawan hanya memberikan informasi, bukan memberikan alternatif.
- C-I : pemimpin memberitahukan masalah yang sedang terjadi kepada bawahan secara pribadi, lalu kemudian memperoleh informasi tanpa mengumpulkan semua bawahannya secara kelompok, setelah itu mengambil keputusan dengan mempertimbangkan/ tidak gagasan dari bawahannya.
- C-II : pemimpin mengumpulkan semua bawahannya secara kelompok, lalu menanyakan gagasan mereka terhadap masalah yang sedang ada, dan mengambil keputusan dengan mempertimbangkan/tidak gagasan bawahannya
- G-II : pemimpin memberitahukan masalah kepada bawahanya secara berkelompok, lalu bersama – sama merundingkan jalan keluarnya, dan mengambil keputusan yang disetujui oleh semua pihak.
contoh kasusnya, dalam sebuah took kue, pemimpin
took akan membicarakan masalah yang terjadi, misalnya cara menarik minat
pembeli agar menjadi pelanggan tetap tokonya. Pemilik took akan mengumpulkan
semua karyawannya dan menanyakan pendapat mereka. pemilik akan menampung semua
gagasan mereka, lalu memilih gagasan yang dianggap paling menarik dan disetujui
oleh semua karyawannya.
Contoh kasus
diatas, itu sesuai dengan cirri pengambilan keputusan G-II yang dikemukakan
oleh vroom & yetton. Dan menurut saya, ciri G-II adalah yang paling layak
digunakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar